Bismillah
Al-Ummu madrasah al-ula (Ibu adalah sekolah pertama [bagi anak-anaknya]). Kata-kata hikmah ini sudah lama kita dengar. Bukan hanya ‘sekolah pertama’, ibu sejatinya adalah ‘sekolah utama’ bagi putra-putrinya. Jika ada seseorang menjadi ulama, ilmuwan, tokoh ternama, atau pahlawan ksatria, maka lihatlah ibu mereka. Tentu karena ibu berperan besar dalam membentuk watak, karakter dan kepribadian anak-anaknya. Ia adalah sekolah pertama dan utama sebelum si kecil mengenyam pendidikan di sekolah mana pun.
Layaknya sekolah, ibu sejatinya adalah
‘gudang ilmu’, ‘pusat peradaban’ dan ‘wadah’ yang menghimpun sifat-sifat
akhlak mulia. Hanya dari ‘sekolah’ semacam inilah lahir anak-anak yang
shalih, cerdas, alim, berakhlak mulia, memiliki semangat jihad yang
tinggi dan seluruh sifat-sifat agung Mukmin bertakwa. Pertanyaannya,
sudahkah para ibu menjadi sekolah pertama dan utama; sebagai ‘gudang
ilmu’, ‘pusat peradaban’, dan ‘wadah’ yang menghimpun seluruh sifat
akhlak mulia? Jika belum, jangan harap dari mereka lahir anak-anak
hebat; generasi Muslim istimewa dengan seluruh sifat kemuliaannya.
*****
Salah satu wanita yang tercatat dalam
sejarah sebagai ‘gudang ilmu’, ‘pusat peradaban’ dan ‘wadah’ yang
menghimpun sifat-sifat akhlak mulia adalah Ummu Sulaim ra. Ia adalah
Ibunda Anas bin Malik ra.. Anas ra. pernah berkisah, sebagaimana
dituturkan oleh Adz-Dzahabi: Suatu ketika Nabi saw. berkunjung ke rumah
Ummu Sulaim ra. Nabi saw. menuju salah satu sisi rumahku, kemudian
shalat sunnah dua rakaat dan mendoakan Ummu Sulaim ra. dan keluarganya.
Lalu ibuku berkata kepada beliau, “Ya Rasulullah, aku memiliki hadiah
khusus untukmu.” Beliau bertanya, “Apa itu?” Ibuku menjawab, “Orang yang
siap membantu engkau. Dia Anas, anakku.” Seketika Rasulullah saw.
memanjatkan doa-doa untukku hingga tak tersisa satu pun dari kebaikan
dunia dan akhirat melainkan beliau doakan bagiku.
Alangkah besar kecintaan Ummu Sulaim ra.
kepada Rasulullah saw. hingga ia rela menghadiahkan buah hatinya yang
baru berumur delapan tahun kepada beliau.
*****
Ummu Sulaim ra. termasuk wanita yang
cemerlang akalnya. Ia juga penyabar dan pemberani. Ketiga sifat mulia
inilah yang menurun kepada Anas ra. dan mewarnai perangainya.
Kecerdasan Ummu Sulaim ra. tampak,
misalnya, saat ia hendak dilamar Abu Thalhah setelah suami pertamanya
meninggal. Saat meminang dirinya, Abu Thalhah masih dalam keadaan
musyrik. Karena itu Ummu Sulaim menolak pinangan Abu Thalhah sampai dia
mau masuk Islam. “Sungguh tidak pantas seorang musyrik menikahi aku.
Tidakkah engkau tahu, hai Abu Thalhah, bahwa berhala-berhala
sesembahanmu itu dipahat oleh budak dari suku anu,” sindir Ummu Sulaim.
“Jika kau sulut dengan api, ia akan terbakar,” lanjutnya lagi.
Abu Thalhah pun berpaling dari rumah
Ummu Sulaim ra. Akan tetapi, kata-kata Ummu Sulaim ra. tadi amat
membekas di hatinya. “Benar juga,” gumamnya. Tak lama kemudian, Abu
Thalhah menyatakan keislamannya. “Aku telah menerima agama yang kau
tawarkan,” kata Abu Thalhah kepada Ummu Sulaim ra. Lalu berlangsunglah
pernikahan mereka berdua. “Ummu Sulaim tidak meminta mahar apapun selain
keislaman Abu Thalhah,” kata Anas ra. dalam suatu riwayat.
Adapun ketabahan Ummu Sulaim ra. tampak
saat salah seorang putranya kesayangannya meninggal. Nama putranya itu
adalah Abu Umair. Abu Umair tidak berumur panjang. Ia dipanggil oleh
Allah ketika masih kanak-kanak. Anas ra. bercerita:
Suatu ketika Abu Umair sakit parah
tatkala azan isya berkumandang. Seperti biasanya Abu Thalhah berangkat
ke masjid. Dalam perjalanan ke masjid, Abu Umair dipanggil oleh Allah.
Dengan cepat Ummu Sulaim mendandani jenazah anaknya, kemudian
membaringkannya di tempat tidur. Ia berpesan kepada Anas agar tidak
memberi tahu Abu Thalhah tentang kematian putra kesayangannya itu.
Kemudian ia pun menyiapkan hidangan makan malam untuk suaminya.
Sepulangnya dari masjid, seperti biasa
Abu Thalhah ra. menyantap makan malamnya memudian menggauli istrinya. Di
penghujung malam, Ummu Sulaim ra. berkata kepada suaminya, “Bagaimana
menurutmu keluarga si fulan? Mereka meminjam sesuatu dari orang lain,
tetapi ketika diminta mereka tidak mau mengembalikannya; merasa
keberatan atas penarikan pinjaman itu.” Jawab Abu Thalhah, “Tentu mereka
telah berlaku tidak adil.”. Ummu Sulaim ra. berkata lirih, “Ketahuilah,
sesungguhnya putramu adalah pinjaman dari Allah dan kini Allah telah
mengambilnya kembali.” Jawab Abu Thalhah, “Inna lilLahi wa inna ilayhi raji’un.” Ia tampak pasrah.
Bagaimana dengan keberanian Ummu Sulaim
ra.? Anas ra. menceritakan bahwa suatu ketika ayahnya, Abu Thalhah,
berpapasan dengan Ummu Sulaim ketika Perang Hunain. Abu Thalhah melihat
di tangan Ummu Sulaim ada sebilah pisau. Abu Thalhah segera melaporkan
hal itu kepada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, lihatlah Ummu Sulaim
keluar rumah sambil membawa pisau,” kata Abu Thalhah. Ummu Sulaim ra.
berkata, “Ya Rasulullah, pisau ini sengaja kusiapkan untuk merobek perut
orang musyrik yang berani mendekati aku.”
*****
Ummu Sulaim ra., sosok agung inilah yang
melahirkan Anas bin Malik, salah satu dari tujuh sahabat yang banyak
meriwayatkan hadis. Anas bin Malik ra. bahkan telah banyak ‘meluluskan’
ulama-ulama hebat dalam sejarah. Tidak aneh karena Anas adalah seorang
mufti, qari’, muhaddits dan perawi. Anas bin Malik ra.
banyak mencetak sejumlah ulama dan orang-orang penting di antaranya
adalah Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin, Asy Sya’bi, Abu Kilabah, Makhul,
Umar bin Abdul Aziz, Tsabit al-Banani, Bakar bin Abdillah al-Mazani,
az-Zuhri, Qatadah, Ibn al-Munkadir, dan masih banyak nama lainnya.
Jangan lupa, kehebatan dan keagungan
Anas bin Malik ra. hingga melahirkan banyak tokoh Islam salah satunya
karena keberhasilan ibundanya, Ummu Sulaim ra., dalam memerankan
‘sekolah pertama dan utama’ bagi putra kesayangannya itu sejak ia masih
kanak-kanak. Bagaimana dengan para ibu Muslimah saat ini?
Wama tawfiqi illa bilLah wa ‘alayhi tawakaltu wa ilayhi unib. [Arief B. Iskandar]
#share Hizbut Tahrir Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar